BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sehari, rata-rata
akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Mengapa demikian? Pasang dan
surut air taut dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan dan matahari. Bulan yang
lebih dekat dengan bumi mempunyai pengaruh yang lebih besar pada pasang dan
surutnya air laut dibandingkan dengan pengaruh gravitasi matahari.
Pasang dan surut
terbesar terjadi pada saat bulan baru dan bulan pumama karena pada saat itu,
matahari, bulan, dan bumi berada dalam bidang segaris. Pasang terendah terjadi
pada saat bulan perbani. Oleh karena itu, pasang terendah disebut juga pasang
perbani. Ketika pasang perbani, pasang terjadi serendah-rendahnya karena
kedudukan matahari dan bulan terhadap bumi membentuk sudut 90 derajat. Oleh karena
itu, gravitasi bulan dan matahari akan saling memperlemah.
Perbedaan tinggi air
pada saat pasang dan surut di laut terbuka mencapai 3 m. Tetapi, di
tempat-tempat sempit seperti di selat atau di muara sungai, perbedaan tinggi
air ini dapat mencapai 16 m. Bumi yang diselubungi air laut akan sangat
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bulan. Akibatnya, daerah yang berhadapan dengan
bulan akan mengalami pasang, sedangkan daerah yang tegak lurus terhadap
kedudukan bulan akan mengalami surut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Pasang Surut?
2. Bagaiman Teori Pasang Surut?
3. Bagaiman
Jenis Dan Tipe Pasang Surut Air Laut?
4. Bagaiman Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut?
5. Bagaiman Tipe Pasang Surut?
7. Bagaiman Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut?
8. Bagaiman Pasang Surut di Perairan Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui Definisi Pasang Surut.
3. Untuk mengetahui Teori Pasang Surut.
4. Untuk mengetahui Jenis Dan Tipe Pasang Surut Air Laut.
5. Untuk mengetahui Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut.
6. Untuk mengetahui Tipe Pasang Surut.
8. Untuk mengetahui Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut.
9. Untuk mengetahui Pasang Surut di Perairan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pasang Surut
Menurut Pariwono
(1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers
(1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan
gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan
bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih
jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi.
Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding
terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang
surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut
antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
2.2 Teori Pasang Surut
a) Teori
Kesetimbangan (Equilibrium Theory).
Teori kesetimbangan
pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini
menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi
ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan.
Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).
Untuk memahami gaya
pembangkit pasang surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem
bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi
matahari. Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan
kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide
Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal,
teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan
menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross,
1987).
b) Teori
Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978)
menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi
seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat
membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstituennya. Gelombang
pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan
sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif.
Menurut teori dinamis,
gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang
periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang,
maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant
(1958), faktor-faktor tersebut adalah :
·
Kedalaman perairan dan
luas perairan
·
Pengaruh rotasi bumi
(gaya Coriolis)
·
Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan
semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis
Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di
belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi
di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai
maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan
pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan
(1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis
mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan
menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan
gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar
pengaruh gesekannya.
2.3 Jenis Dan
Tipe Pasang Surut Air Laut
a. Jenis Pasang Surut Air Laut.
1)
Pasang purnama (spring tide) adalah
pasang yang terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis
lurus. Pada saat itu akanndihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan
pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat
bulan baru dan bulan purnama (konjungsi dan oposisi).
2)
Pasang perbani (neap tide) adalah pasang yang terjadi ketika bumi,
bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.
Pada saat itu akan
dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang
rendah yang tinggi.
Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat
bulan 1/4 dan 3/4.

2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut

Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan
adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi
bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman
dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut
disuatu perairan seperti, topogafi dasarlaut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi
memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.
Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu
sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari
(Priyana,1994)
Bulan dan matahari
keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya
tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan
memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari.
Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi
posisinya lebih dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini
mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap
ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah
muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi
matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah
pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit
diatas 24 jam (Priyana,1994)
2.5 Tipe Pasang Surut
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut
Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal.
Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanya terjadi
di laut sekitar katulistiwa.
2. Pasang surut semi diurnal.
Yaitu bila dalam sehari
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. Pasang surut campuran.
Yaitu gabungan dari
tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil),
pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum,
terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang
hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini
terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam
satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andam
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing
Diurnal)
Merupakan pasut yang
tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut terkadang dengan dua kali pasang dan
dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di
Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing
Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu
yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
Gerakan air vertikal
yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan
air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasang surut,
keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat,
sehingga menimbulkan arus pasang surut(Tidal current).
Menurut King
(1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang
lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasang surut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik
pasang (Flood) dan surut (ebb). Pada waktu gelombang pasang surut merambat
memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air
kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di
mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan
air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan
demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat
terjadi. Perbatasan antara daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur
dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat
perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi
batas.
2.7 Alat-Alat Pengukuran Pasang Surut
Beberapa alat
prngukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Tide Staff.
1.Tide Staff.
Alat ini berupa papan
yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan
pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan
alat pengukur pasang surut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk
mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau
bahan lain yang di cat anti karat.
Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih
tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah
aliran sungai (aliran debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang
menyebabkan air bergerak secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk
diamati dan dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga
papan mudah dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data
pasang surut mudah untuk diikatkan terhadap titik referensi
2.Tide gauge.
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang
dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri
dari dua jenis yaitu :
1. Floating tide gauge (self registering)
Prinsip kerja alat ini
berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat
pencatat (recording unit). Pengamatan pasut dengan alat ini banyak
dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu pasut.
2. Pressure tide gauge (self registering)
Prinsip kerja pressure
tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan
naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit).
Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan
air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk pengamatan
pasang surut.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya
sistem satelitGeos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu
mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan
mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global.
Prinsip Dasar Satelit Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter),
penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi
tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)
kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
Prinsip penentuan
perubahan kedudukan muka laut dengan teknik altimetri yaitu pada dasarnya satelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka tinggi
muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat
ditentukan sebagai selisih antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan sehingga fenomena kenaikan
muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series analysis).
Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal
periode panjang dan fenomena sekularnya.
2.8 Pasang Surut di Perairan Indonesia
Indonesia merupakan
negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan yaitu Samudera Indonesia dan
Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di garis katulistiwa sehingga
kondisi pasang surut, angin, gelombang, dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di
wilayah laut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi. Keadaan
pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari
Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri perairan yang
kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut
yang beragam.
Di Selat Malaka pasang
surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah
tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut di Kabil, Pulau Batam
diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang surut di Pulau Batam
dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda
yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata
dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di Tanjung Priok diperoleh
bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk Jakarta
dan laut Jawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang pasang
surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter.
Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 m kecuali di Selat
madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai di
Papua (Diposaptono, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan
gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan
bulan. Teori pasang surut : Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory) dan
Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory). Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi
bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap
matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Tipe-tipe pasang surut
:Pasang surut diurnal, pasang surut semi diurnal dan pasang surut campuran. Beberapa
alat prngukuran pasang surut diantaranya adalah: Tide Staff dan tide
Guag
DAFTAR PUSTAKA
Gross, M. G.1990.
Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey
di akses pada tanggal 12 okteber 2016
King, C. A. M. 1966. An
Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company, Inc. New York. San
Francisco. di akses pada tanggal 13 okteber 2016
Mac Millan, C. D. H.
1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., New York Pariwono,
J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. di akses pada
tanggal 14 okteber 2016
Priyana, 1994. Studi
pola Arus Pasang Surut di Teluk Labuhantereng Lombok. Wyrtki, K. 1961. Phyical
Oceanography of the South East Asian Waters. Naga www.dishidros.or.id di akses
pada tanggal 15 okteber 2016
http://bukukita1.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-pasang-surut-air-laut.html
di akses pada tanggal 13 oktober 2016